Faithful. Energetic. Nineteen. Newbie. Young

Tag Archives: Syari’ah

Festival Ekonomi Syariah

Alhamdulillah, Akhirnya… Acara yang paling ditunggu Seminar Nasional Festival Ekonomi Syariah datang juga ! ^^ Seminar ini dilaksanakan pada hari Sabtu,  tanggal 12 Mei 20121 di Convention hall RSGMP AMC (Asri Medical Centre) Yogyakarta,

Festival Ekonomi syariah diselenggarakan oleh HMJ Ekonomi dan Perbankan Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (HMJ EPI UMY) . Seminar Nasional dengan tema “Pemberdayaan Ekonomi Untuk Siapa?”, seminar ini sebagai acara puncak Festival Ekonomi Syariah yang telah dilaksanakan dari tanggal 10,11,12 mei 2012. Selain Seminar acara ini diisi rangkaian lomba Debat, Ranking 1, Essai, dan Stand Up Comedy. Yang di ikuti oleh mahasiswa UMY dan beberapa mahasiswa dari universitas lain di luar Yogyakarta seperti UIN Malang, UNAIR, STEI SEBI Jakarta, STAIN Purwokerto, STIKES ALMA ATA, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, STEI HAMFARA, STEI Yogyakarta, dan UII

Seminar Nasional dihadiri oleh Riyadi Ida Bagus Salyo Subali, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop dan UKM) sebagai perwakilan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Hadir pula dalam acara seminar ini Mantan Bupati Bantul Drs. HM. Idham Samawi,  Perwakilan Direktorat Perbankan Syari’ah Bank Indonesia Dr. Rifki Ismal, Dosen Fakultas Agama Islam UMY Hilman Lathief, MA.PhD serta beberapa ekonom seperti H.M. Imasastra Mihajad, Lc, PDIBF, MscFin, PhD.c dan Muhammad Edhie Purnawan MA.PhD,  sebagai pembicara seminar.

Perwakilan Sri Sultan Hamengku Buwono X, Riyadi Ida Bagus Salyo Subali mengatakan, krisis ekonomi di dunia yang menyebabkan timbulnya kemiskinan dapat dicegah dengan satu hal. Dan salah satu yang diyakini sebagai solusi adalah sistem perekonomian Islam.

Sementara Idham Samawi sebagai pembicara dalam seminar nasional ini mengajak para mahasiswa khususnya untuk menjadi seorang pemimpin yang amanah dan benar yang selalu berpihak pada rakyatnya yang tertindas, teraniaya, dan termarginalkan. “Harapan saya bagi para calon pemimpin ini, adalah bagaimana cara kalian untuk memahami esensi merdeka dan apa yang akan kalian lakukan ketika menjadi pemimpin?” tutur Idham.

Mufti, selaku ketua panitia penyelenggara acara Festival Ekonomi Syari’ah yang ditemui saat acara menyatakan harapannya untuk perkembangan ekonomi Indonesia ke depan, “kami ingin menyamakan visi dan misi dengan para ekonom-ekonom Rabbani Indonesia, sehingga kami mempunyai satu tujuan yang sama bagaimana membentuk perekonomian Indonesia yang maju dan sejahtera,” katanya.

“Hal itu juga bergantung pada kita sebagai orang-orang yang menegakkan ekonomi khususnya ekonomi Islam” jelas Mufti. (Sakinah & Feny )

 


Nama : Fennylia Pratiwi 

NPM : 20100730081

Seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi & perbankan syariah khususnya di Indonesia, para praktisi perbankan syariah  dituntut untuk dapat meluncurkan produk-produk perbankan dengan akad yang flexible, namun tetap sesuai dengan prinsip syariah. Beberapa produk perbankan telah diluncurkan ke pasaran,dan tidak terlepas dari perdebatab ‘ halal-haram ’ atau ‘boleh – tidak boleh ’ dalam tulisan saya kali ini saya akan sedikit membahas tentang Hybrid Contract atau multi akad. Tulisan saya ini saya dapat dari berbagai sumber diantaranya tulisan dari Ust. M. Shiddiq Al Jawi dan Bapak Agustianto .

Semoga dengan tulisan ini dapat menjadi media informasi.

Mohon maaf apabila ada kesalahan. =)

 

 

Pandangan Ulama

Aliudin Za’tary dalam buku Fiqh Muamalah Al-Maliyah  al-Muqaran mengatakanTidak ada larangan dalam syariah tentang  penggabungan dua akad dalam satu transaksi, baik akad  pertukaran (bisnis) maupun akad tabarru’. Hal ini berdasarkan keumuman dalil-dalil  yang memerintahkan  untuk  memenuhi (wafa)  syarat-syarat dan akad-akad”

Mayoritas ulama Hanafiyah, sebagian pendapat ulama Malikiyah, ulama Syafi’iyah, dan Hanbali berpendapat bahwa hukum hybrid contract adalah sah dan diperbolehkan menurut syariat Islam. Ulama  yang membolehkan beralasan bahwa hukum asal dari akad adalah boleh dan sah, tidak diharamkan dan dibatalkan selama tidak ada dalil hukum yang mengharamkan atau membatalkannya. (Al-‘Imrâni, Al-’uqûd al-Mâliyah al-Murakkabah, hal. 69). Kecuali menggabungkan dua akad yang menimbulkan riba atau menyerupai riba, seperti menggabungkan qardh dengan akad yang lain, karena adanya larangan hadits menggabungkan jual beli dan  qardh. Demikian pula menggabungkan jual beli cicilan dan jual beli cash dalam satu transaksi

Menurut Ibn Taimiyah, hukum asal dari segala muamalat di dunia adalah boleh kecuali yang diharamkan Allah dan Rasulnya, tiada yang haram kecuali yang diharamkan Allah, dan tidak ada agama kecuali yang disyariatkan.( Ibn Taimiyah, Jâmi’ al-Rasâil, j. 2, hal. 317)

Nazih Hammad dalam buku  al-’Uqûd al-Murakkabah fi al-Fiqh al-Islâmy menuliskan, ”Hukum  dasar dalam  syara’ adalah bolehnya melakukan transaksi  hybrid contract , selama setiap akad yang membangunnya ketika dilakukan sendiri-sendiri hukumnya boleh dan tidak ada dalil yang melarangnya. Ketika ada dalil yang melarang, maka dalil itu tidak diberlakukan secara umum, tetapi mengecualikan pada kasus yang diharamkan menurut dalil itu. Karena itu, kasus itu dikatakan sebagai pengecualian atas kaidah umum yang berlaku yaitu mengenai kebebasan melakukan akad dan menjalankan perjanjian yang telah disepakati. (Nazîh Hammâd, al-’uqûd al-Murakkabah fi al-Fiqh al-Islâmy, hal.

Demikian pula dengan Ibn al-Qayyim, ia berpendapat bahwa hukum asal dari akad dan syarat adalah sah, kecuali yang dibatalkan atau dilarang oleh agama.(Ibn al-Qayyim, I’lâm al-Muwaqqi’în, j. 1, hal. 344)

Al-Syâtiby menjelaskan perbedaan antara hukum asal dari ibadat dan muamalat. Menurutnya, hukum asal dari ibadat adalah melaksanakan (ta’abbud) apa yang diperintahkan dan tidak melakukan penafsiran hukum.  Sedangkan hukum asal dari muamalat adalah mendasarkan substansinya bukan terletak pada praktiknya (iltifât ila ma’âny). Dalam hal ibadah tidak bisa dilakukan penemuan atau perubahan atas apa yang telah ditentukan, sementara dalam bidang muamalat terbuka lebar kesempatan untuk melakukan perubahan dan penemuan yang baru, karena prinsip dasarnya adalah diperbolehkan (al-idzn) bukan melaksanakan (ta’abbud).[1] ( Al-Syâtiby, al-Muwâfaqât, j. 1, hal. 284)

Pendapat ini didasarkan pada beberapa nash yang menunjukkan kebolehan multi akad dan akad secara umum. Pertama firman Allah dalam surat al-Mâidah ayat 1 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman penuhilah olehmu akad-akad”. (QS. Al-Mâidah : 1)

Menurut penggagasnya, akad rangkap hukumnya mubah berdasar kaidah fikih : al-ashlu fi al-mu’amalat al-ibahah (hukum asal muamalah adalah boleh). Maka hadits-hadits yang mengharamkan dua jual beli dalam satu jual beli (bai’ataini fi bai’atin), atau mengharamkan dua akad dalam satu akad (shafqatain fi shafqatin), dipahami hanya perkecualian dari hukum asalnya. (Hasanudin, Multi Akad dalam Transaksi Syariah Kontemporer, hal. 13).
Pendapat yang terpilih (rajih) bagi kami, akad rangkap hukumnya tidak sah secara syar’i. Alasan kami; Pertama, kaidah fiqih yang digunakan tidak tepat. Dengan mendalami asal-usulnya, nyatalah kaidah itu hanya cabang dari kaidah al-ashlu fi al-asy-ya` al-ibahah (hukum asal segala sesuatu adalah boleh). Padahal nash-nash yang mendasari kaidah al-ashlu fi al-asy-ya` al-ibahah (misal QS Al-Baqarah:29) berbicara tentang hukum benda (materi), bukan tentang mu’amalah. (Hisyam Badrani, Tahqiq Al-Fikr Al-Islami, hal. 39).

Kedua, ada nash yang melarang penggabungan akad. Ibnu Mas’ud RA berkata,”Nabi SAW melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqatain fi shafqatin)” (HR Ahmad, Al-Musnad, I/398). Menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani hadits ini melarang adanya dua akad dalam satu akad, misalnya menggabungkan dua akad jual beli menjadi satu akad, atau akad jual beli digabung dengan akad ijarah.(al-Syakhshiyah al-Islamiyah, II/308).
Hadits ini bukan perkecualian, melainkan larangan menggabungkan akad secara mutlak, tanpa melihat akad-akad yang digabungkan bertentangan atau tidak. Kaidah ushul fikihnya : Al-Muthlaq yajri ‘ala ithlaqihi maa lam yarid dalil yadullu ‘ala at-taqyid (dalil mutlak tetap dalam kemutlakannya, selama tidak ada dalil yang membatasinya) (Wahbah Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, I/208).

 

Istilah Hibrid Contract dan Pengertiannya .

Buku-buku  teks fikih muamalah kontemporer,  menyebut istilah hybrid contract dengan  istilah yang beragam,  seperti     al-’uqûd  al-murakkabah, al-’uqûd  al-muta’addidah , al-’uqûd al-mutaqâbilah, al-’uqûd almujtami’ah,  dan al-’Ukud al-Mukhtalitah, Namun istilah yang paling populer ada dua macam , yaitu al-ukud al-murakkabah dan al-ukud al mujtami’ah.

Al-“Imrani dalam buku Al-Ukud al-Maliyah al-Murakkabah mendefinisikan hybrid contract yaitu “Kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu akad yang mengandung dua akad atau lebih –seperti jual beli dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qardh, muzara’ah, sahraf (penukaran mata uang), syirkah, mudharabah … dst.– sehingga semua akibat hukum akad-akad yang terhimpun tersebut, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad.”

Macam-macam hybrid contract

Pertama, Multi Akad yang mukhtalithah (bercampur) yang memunculkan nama baru, seperti bay’ istighlal , bay’  tawarruq, musyarakah mutanaqishah dan bay wafa’.

  • Jual beli istighlal merupakan percampuran 3 akad, yaitu 2 akad jual beli dan ijarah, sehingga bercampur  3 akad. Akad ini disebut juga  three in one
  • Jual Beli Tawarruq percampuran 2 akad jual beli. Jual Beli 1 dengan pihak pertama, Jual Beli kedua dengan pihak ketiga.
  • Musyarakah  Mutanaqishah (MMQ). Akad ini campuran akad syirkah milik dengan  Ijarah  yang mutanaqishah atau jual beli yang disifati dengan mutanaqishah (decreasing). Percampuran akad-akad ini melahirkan nama baru, yaitu musyarakah mutanaqishah (MMQ). Substansinya hampir sama dengan IMBT, karena pada akhir periode barang menjadi milik nasabah, namun  bentuk ijarahnya berbeda,  karena transfer of title ini bukan dengan janji hibah atau beli, tetapi karena transfer of tittle yang mutanaqishah, karena itu  sebutannya ijarah saja, bukan IMBT.
  • Bay’ wafa’ adalah percampuran (gabungan) 2 akad jual beli yang melahirkan nama baru. Pada  awal kelahirannya di abad 5 Hijriyah, akad  ini merupakan multiakad (hybrid), tetapi dalam proses sejarah menjadi 1 akad, dengan nama baru  yaitu bay wafa’.

Kedua Hybrid Contract yang mujtami’ah/mukhtalitah dengan nama akad baru, tetapi menyebut nama akad yang lama, seperti  sewa beli (bay’ at-takjiry) Lease and purchase. Contoh lain  ialah mudharabah musytarakah pada life insurance dan deposito bank syariah.

Contoh lainnya yang cukup menarik  ialah menggabungkan wadiah dan mudharabah pada GIRO, yang biaa disebut   Tabungan dan Giro Aotomatic Transfer Mudharabah dan Wadiah. Nasabah mempunyai 2 rekening, yakni tabungan dan giro sekaligus.(2  rekening dlm 1 produk).Setiap rekening dapat pindah secara otomatis jika salah rek membutuhkan.

Ketiga Hybrid  contract, yang akad-akadnya  tidak bercampur dan tidak melahirkan nama akad baru. tetapi nama akad dasarnya tetap ada dan eksis dan dipraktekkan dalam suatu transaksi. Contohnya :

1. Kontrak  akad pembiayaan take over pada  alternatif 1 dan 4 pada fatwa DSN MUI No  31/2000

2. Kafalah wal ijarah pada kartu kredit,

3. Wa’ad untuk wakalah murabahah, ijarah, musyarakah, dll pada pembiayaan rekening koran or line facility

5. Murabahah wal wakalah pd pembiayaan murabahah basithah.

6.Wakalah bil ujrah pada L/C, RTGS,  General Insurance, Factoring,

7.Kafalah wal Ijarah pada LC, Bank Garansi, pembiayaan multi jasa / multi guna, kartu kredit.

8.Mudharabah wal murabahah/ijarah/istisna pada pembiayaan terhadap karyawan koperasi instansi.

9. Hiwalah bil Ujrah pada factoring.

10. Rahn wal ijarah pada REPO SBI dan SBSN

11.Qardh, Rahn dan Ijarah pada produk gadai emas di bank syariah

Keempat, Hybrid Contract  yang  mutanaqidhah (akad-akadnya berlawanan).  Bentuk ini dilarang dalam syariah.  Contohnya menggabungkan akad     jual beli dan pinjaman (bay’ wa salaf). Contoh lain, menggabungkan qardh wal ijarah dalam satu akad. Kedua contoh tersebut dilarang oleh nash (dalil) syariah, yaitu hadits Rasulullah Saw.  Contoh lainnya  : menggabungkan  qardh dengan janji hadiah.

 

Jadi, menurut saya menggabungkan akad (hybrid contract) dalam perbankan syariah di bolehkan dengan syarat tidak terjadi unsur kezaliman dalam pelaksanaan akad tersebut.

 

Wallahu a’lam.